Saat ini, Masih ditemukan desain yang tidak efektif lagi dalam Tata Kelola Organisasi dan SDM agar keberadaan Setiap Individu Karyawan di Perusahaan dapat menghasilkan Dampak Hasil Kerja yang memberhasilkan Misi Bisnis Perusahaan.
Masih dijumpai perusahaan yang mengandalkan pendekatan yang tidak terstruktur dan cenderung melakukan Tata Kelola Organisasi dan SDM yang bersifat “Tambal Sulam” atau model “COMOT IDE SANA COMOT IDE SINI” yang sebenarnya kurang relevan dengan arah ke pencapaian target bisnis perusahaan.
Praktek semacam ini hanya bersifat REAKTIF dalam mengatasi masalah yang muncul secara sesaat tanpa mengarah ke gambaran besar yang ingin dicapai oleh Bisnis Perusahaan.
Beberapa contoh Praktek MSDM yang TIDAK FOKUS ke Dampak Hasil Kerja:
- Praktek “Kurva Lonceng”: Dalam banyak kasus, perusahaan masih menggunakan kurva lonceng untuk menilai kinerja karyawan, di mana sebagian besar karyawan DIHARUSKAN atau DIPAKSA cukup ada di level KINERJA RATA-RATA. Apakah ini benar? Ini jelas salah! Perusahaan berharap kinerja SDM ada di level terbaik tetapi dipaksa di SKOR RATA – RATA SAJA?? Mengapa bisa terjadi Model Evaluasi seperti ini? Karena Direksi tidak menerima masukan yang tepat dari HC Manager yang seharusnya ahli di bidang ini.
- Kinerja “Training Hours”: Penilaian kinerja sering kali HANYA MENGUKUR jumlah jam pelatihan yang diikuti oleh karyawan, bukan Dampak Hasil Training terhadap capaian Misi Bisnis Perusahaan. Ini tidak memberi gambaran yang jelas tentang seberapa besar kontribusi pelatihan terhadap pencapaian tujuan bisnis. Mengapa bisa begini? Karena Dokumen Job Desc nya tidak menggunakan Model Job Desc dengan Bahasa Bisnis tetapi hanya berisi Ringkasan Tanggung Jawab dilanjutkan Daftar Tugas (Diawali Kata Kerja semua). Ini jelas tidak sesuai dengan Prinsip Organization Capital!
- Bertahan dengan Iklim Kerja SILO yang Sistemik: Masih dijumpai perusahaan dengan iklim kerja “SILO” yaitu iklim kerja yang tidak kolaboratif antar Unit Kerja. Setiap departemen bekerja secara terpisah tanpa saling mendukung, dan pastinya ini menghambat pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan. Mengapa bisa terus terjadi seperti ini? Karena Direksi tidak mendapat masukan dari pihak yang kompeten yaitu HC Departmen untuk mengatasi SILO dengan cara yang SISTEMIK juga, bukan hanya dengan cara kegiatan OUTBOUND yang dilakukan secara reguler. Pasti kegiatan OUTBOUND ini tidak menyelesaikan isu SILO tersebut!
- KPI tidak berBAHASA BISNIS: Masih dijumpai adanya Key Performance Indicators (KPI) individu karyawan yang tidak terarah ke misi bisnis perusahaan. Mengapa bisa begini? Karena masing-masing Unit Kerja fokus ke hal-hal yang dianggap penting menurut versinya sendiri bukan terfokus ke versi Bisnis Perusahaan.
- Menempatkan karyawan yang tidak berprestasi di UNIT LAIN dan tidak memiliki Profil Yang Tepat di bidang MSDM dipaksakan masuk ke Unit Kerja HC. Ini semacam bunuh diri karena MENGANGGAP HAL YANG SEDERHANA DAN MUDAH mengenai bagaimana Mengelola Mindset SDM terkait dengan Knowledge, Skill and Attitude. Ini adalah BENTUK PERENDAHAN terhadap Positioning Unit HC. Padahal ilmu dalam mengolah Intrinsik Motive setiap pribadi Karyawan untuk berkegiatan kerja itu ilmunya sangat spesifik dan tidak dipelajari di bangku kuliah jurusan IT, F&A, Manajemen Produksi, Bisnis, Marketing, Risk Management, Legal, dll tetapi dipelajari di Ilmu Psikologi Manusia atau MSDM. Mengapa Perusahaan bertahan terhadap PRAKTEK PERENDAHAN ini? Karena itu hasil kesalahan sendiri dalam Tata Kelola Organisasi dan SDM yang diimplementasikan dan yang akhirnya berbalik ke Unit HC.
- Dan masih banyak temuan fenomena Tata Kelola lain yang tidak efektif lagi untuk diteruskan di masa mendatang.
Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan membutuhkan transformasi yang tepat dalam Tata Kelola Organisasi dan Tata Kelola SDM.
———————————————————————————————–
Bagaimana model Transformasi Tata Kelola Unit Kerja yang harus dimunculkan?
Nantinya bisa kita diskusikan jawabannya …
